Isu PPN setelah Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Implikasinya Terhadap Administrasi Pajak
DOI:
https://doi.org/10.56070/cakrawala.v30i1.1Keywords:
Index Terms- vat, e-commerce, omnibus law, tax policy, tax administrationAbstract
Tahun 2020 menjadi titik balik bagi beberapa jenis pajak primadona di Indonesia, salah satunya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena mengalami dua kali perubahan melalui omnibus law. Atas dasar pandemi Covid-19 yang terjadi, amandemen terhadap UU PPN pertama kali dilakukan melalui UU No.2/2020 yang mengatur pengenaan PPN atas transaksi elektronik. Tidak ketinggalan lama, diundangkan UU No. 11/2020 yang lebih luas bertujuan untuk mempermudah kegiatan bisnis. Namun, satu tahun kemudian diundangkan UU No.7/2021 yang mengharmonisasikan beberapa aturan perpajakan sekaligus, termasuk PPN yang sebelumnya sempat diubah melalui UU No.11/2020. Makalah ini menganalisis perubahan rezim PPN melalui beberapa undang-undang tersebut. Selain menganalisis undang-undang tersebut dari sisi asas pemungutan pajak, penelitian ini juga bertujuan menyajikan gambaran administrasi dari kedua undang-undang tersebut. Analisis kami terhadap UU No.2/2020 menunjukkan bahwa penunjukan pihak penyedia platform Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pemungut PPN merupakan langkah yang terbilang sederhana namun juga efektif dalam menyokong penerimaan pajak. Akan tetapi, sehubungan dengan beban kepatuhan yang ditanggung oleh pelaku usaha PMSE, pemerintah perlu memberikan ruang
konsultasi yang mencukupi agar para pengusaha yang telah ditetapkan sebagai PMSE dapat mengadministrasikan kewajiban perpajakannya dengan baik.
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
Categories
License
Copyright (c) 2023 CAKRAWALA
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.